
Hamparan Padi Yang Mengantungkan Nasibnya Pada Irigasi Bangunan Belanda
3 desa dan 1 kelurahan di Kecamatan Arma Jaya Kab. Bengkulu Utara, konsisten melakukan kegiatan pertanian pangan dengan mengembangkan tanaman padi dan holtikultura yang dilakukan secara rutin 2-3 kali 1 tahun.
Sayangnya irigasi bekas bangunan Pemerintah Belanda yang selama ini menjadi sumber pengairan sawah telah rusak sehingga tidak mampu mengairi hamparan sawah yang ada di Arma Jaya. Sawah mulai kekeringan dan akhirnya produksi padi melesat jauh dari sebelumnya.
Jika sebelumnya saat irigasi masih berfungsi dengan baik petani mampu memproleh gabah rata-rata 4 ton-6 ton /ha/panen, jika di dareah lain sawah hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kelaurga, berbeda dengan di Kecamatan Arma Jaya kegiatan pertanian padi justru menjadi salah satu sumber penghidupan utama, terlebih sejak karet mengalami penurunan harga, antusias petani semakin meningkat untuk pengolah sawahnya menjadi lebih optimal dengan penamanan 3 kali dalam satu tahun. akan tetapi tahun ini merupakan tahun yang berbeda, penaman hanya dilakukan 1 kali taman saja, dan jumlah sawah yang ditamanpun semakin berkurang.
“kami masih mengharap irigasi bisa diperbaiki agar kami masih bisa tanam padi lagi seperti biasa, akan tetapi jika sampai dengan tahun dengan, kondiri isigasi makin rusak, kami tidak ada pilihan selain mengubah sawah menjadi tanaman perkebuan, karena itu kami mohon kepada pemerintah untuk membantu kami memperbaiki irigasi” kata Ponidi, petani padi Desa Tebing Kaning.
Tidak hanya Kecamatan Arma jaya yang memanfaatkan aliran irigasi Kemumu (penamaan irigasi), tapi juga beberapa Kecamatan lainnya.
Masyarakat secara swadaya/gotong royong telah berupaya melakukan perbaikan dengan cara menambal areal irigasi yang jebol dengan menggunakan terpal dan papan, akan tetapi Ketika debit air tinggi terpal dan papan tak mampu menahan derasnya air.
Harapan satu-satunya adalah revitalisasi secara serius dari pemerintan, baik pemerintah desa, kabupaten, provinsi bahkan mungkin pemerintah pusat.
Di tengah situasi tersebut, terdapat kelompok tani yang masih semangat mengolah sawahnya dengan menanam sayuran dengan mengandalkan kebutuhan air dari hujan, belum ada upaya pengairan lain yang dilakukan kecuali mengandalkan air hujan.
Di tulis oleh: Nurbaya Zulhakim
Sumber informasi: Rahmat Kurniawan