• 0741-5911449
  • info@setarajambi.org
  • Mayang, Komplek Kehutanan, Jambi

Kearifan Lokal, Upaya Desa Pematang Pulai Jaga Lahan Pangan

Oleh: Zulfa Amira Zaed

Lahan pertanian pangan di Desa Pematang Pulai sebagai wujud kedaulatan pangan di desa. Saat ini, Desa Pematang Pulai sedang mempersiapkan peraturan desa perlindungan lahan pertanian pangan.

Hamparan padi menguning sepanjang Jalan Lintas Sumatera di Desa Pematang Pulai Kecamatan Sekernan Kabupaten Muarojambi Provinsi Jambi pada medio November. Padi tersebut ditanam oleh petani di desa itu untuk memenuhi kebutuhan pangan selama setahun hingga dua tahun ke depan.

Desa Pematang Pulai memiliki sawah seluas 48,5 hektare dengan produktivitas sebanyak 5,3 ton padi. hal tersebut merupakan peluang bagi desa untuk menlaksanakan kedaulatan pangan.

Meski, kini, desa menghadapi ancaman degradasi lahan pertanian pangan yang beralih fungsi menjadi lahan perkebunan dan lainnya. Pemerintah Desa pematang Pulai melakukan upaya perlindungan lahan pertanian pangan dengan membuat peraturan desa yang berisi tentang larangan alih fungsi lahan pertanian pangan beserta sanksi yang akan diberlakukan bagi pelanggar.

“Kami Desa Pematang Pulai, berupaya melindungi lahan pertanian pangan dengan produk hukum. Saat ini kami sedang mempersiapkan peraturan desa perlindungan lahan pertanian pangan,” kata Mashur, Kepala Desa Pematang Pulai.

Selain membuat produk hukum, petani di desa ini juga mengikuti kearifan lokal yang yang sudah dilakukan sejak turun temurun.

Beberapa kearifan lokal yang masih digunakan saat ini adalah melihat rasi bintang untuk mengetahui masa tanam dimulai, menggelar doa bersama untuk memulai masa tanam, mengotrol debit air Sungai Batanghari yang masuk ke areal persawahan, dan berseloko.

Melihat rasi bintang merupakan ilmu astronomi yang digunakan untuk mengetahui kapan masa tanam yang tepat. Masyarakat Desa pematang Pulai hingga kini masih menggunakan ilmu ini untuk mengenal musim, meski, saat ini sudah banyak aplikasi yang dapat membantu melihat rasi bintang melalui telepon pintar.

Menggelar doa bersama memang sudah biasa dilakukan di berbagai daerah di Provinsi Jambi saat memulai masa tanam. Secara spiritual, hal ini merupakan luapan rasa syukur kepada Tuhan, sekaligus doa dan harapan agar masa tanam berhasil hingga panen. Begitu juga di desa ini, rutin melakukan doa bersama saat memulai masa tanam.

Desa Pematang Pulai dilalui oleh Sungai Batanghari yang memiliki karakteristik akan meluap pada musim penghujan. Pada masa tersebut, petani di desa ini akan membuka pintu air yang mengakibatkan masuknya dibit air sungai ke sawah. Hal ini mengakibatkan keong emas akan menuju ke sawah, spesies ini akan memakan rumput dan gulma lainnya di sungai, sehingga setelah musim penghujan dan debit air turun, sawah telah bersih dan siap untuk ditanami. Petani tidak perlu lagi memotong rumput di sawah sebelum ditanami padi.

Oey..tikus..

Sudahlah cukup yang kamu makan, sudah tu untuk anak binin kami lagi. Kami jugo nak menanam padi untuk makan keluarga kami sampai tahun depan.

Jadi sudah yo kamu makan, jangan banyak-banyak!

Itu adalah penggalan seloko yang diucapkan petani ketika menemukan tikus di sawah. Masyarakat Jambi menggunakan seloko untuk berbagai budaya dan adat istiadat, tidak terkecuali saat menemui hama di sawah.

“Mungkin hal tersebut kurang rasional bagi sebagian orang, namun hal tersebut telah menjadi budaya dan terbukti ampuh,” ucap Mashur.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *