Hortikultura, Penopang Kehidupan Petani Tunas Mudo
Oleh: Zulfa Amira Zaed
Di bawah cahaya yang memasuki celah tanaman pare, Sanubi menyiram secara perlahan kebun pare miliknya dengan penuh harapan.
“Pare ini menjadi penopang perekonomian keluarga kami,” kata Sanubi.
Pare, terong, mentimun, dan kacang panjang menjadi komoditas andalan di Desa Tunas Mudo Kecamatan Sekernan Kabupaten Muarojambi.
Sanubi, seorang petani hortikultura dari Desa Tunas Mudo menanam pare di lahan seluas 200 meter persegi, yang menghasilkan pare sebanyak 250kg.
Ia dibantu istri dan dua orang lainnya untuk merawat kebun dan panen setiap dua hari sekali dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah sebesar 75 juta rupiah.
Meski ia harus menghadapi hama berupa lalat buah, ia dan tiga orang lainnya berhasil mengolah kebun yang menjadikan pare yang dikenal bercita rasa pahit menjadi manis secara ekonomi.
Sanubi dan petani lainnya membudidayakan tanaman hortikultura untuk mendongkrak perekonomian di desa.
“Perekonomian di desa kami meningkat dari hortikultura,” kata Rahamin, Kepala Desa Tunas Mudo pada Kamis (05/12).
Ia menanam satu jenis tanaman dalam satu hamparan kebun. Tanaman tersebut akan dirotasi sesuai dengan musim atau yang dibutuhkan petani. Jika kali ini Sanubi menanami kebunnya dengan pare, maka ketika masa panen pare akan ia ganti dengan terong atau mentimun.
“Modal yang dikeluarkan di awal adalah untuk membuat tiang penyangga dan jaring untuk tempat menjalarnya hortikultura ini. Modal awalnya adalah sebesar 5 juta rupiah untuk membuat kerangka kebun. Kerangka ini dapat digunakan hingga jangka waktu dua tahun,” ucap Sanubi.
Selain untuk membuat kerangka yang berfungsi sebagai penyangga tanaman hortikultura, Sanubi juga mengeluarkan modal untuk membeli bibit dan pupuk. Total modal awal yang ia keluarkan adalah sebesar 20 juta rupiah. Ia juga harus membayar upah dua orang yang membantunya merawat tanaman dan memanen.
“Kalau disuruh memilih antara berkebun sawit dan pare, saya lebih memilih untuk menanam pare karena jika saya hitung dengan cermat, nilai ekonominya jelas lebih tinggi bahkan mencapai lima kali lipat dengan luasan kebun yang sama,” tutup Sanubi sambil menyeringai bahagia.