Ecoprint, Dari Sawit Berkelanjutan Hingga Pemberdayaan Perempuan
Oleh: Zulfa Amira Zaed
Para buyer sertifikat RSPO mencoba membuat batik ecoprint di Desa Lubuk Lawas pada Jumat (24/10).
Dedaunan yang telah dikumpulkan oleh Susi Wahyuni, perlahan ditata apik di atas kain yang telah dibersihkan dan melalui proses pencucian. Ia menata dedaunan untuk membuat motif di kain tersebut.
Setelah ditata dan diikat hingga semua kain tertutup rapat, kemudian dikukus selama 2 jam. Untuk menghasilkan warna yang lebih menarik dan menjaga motif tidak rusak kain yang telah dikukus kemudian dicuci dan diangin-anginkan.
Menggunakan bahan alami seperti tawas, tunjung dan daun alami yang ditata di atas kain, Susi dan kelompok perempuan yang merupakan binaan Asosiasi Petani Berkah Mandah Lestari (APBML) yang berada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi ini menghasilkan kain bercorak yang eksotis.
Hal ini merupakan dampak baik dari APBML, asosiasi petani swadaya sawit, yang menggunakan dana kredit RSPO untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran anggota dan pemberdayaan masyarakat desa sekitarnya.
Keunggulan ecoprint adalah menggunakan bahan-bahan alami dengan pembuatan manual yang akan menghasilkan corak yang berbeda pada setiap kainnya.
Dengan dipasarkan secara langsung dan media sosial, ecoprint memiliki segmen pasar yang beragam. Mulai dari masyarakat sekitar, pemerintah desa dan kabupaten setempat hingga konsumen mancanegara yang merupakan buyer sertifikasi RSPO APBML.
Dokumentasi: APBML.
Dengan dibanderol mulai dari 100 ribu rupiah untuk syal berukuran 70 cm hingga kain sepanjang 2 meter dengan harga 260 ribu. Susi yang merupakan kepala pemberdayaan perempuan APBML, tak selalu mampu memenuhi permintaan pasar.
“Peminat ecoprint ini banyak, karena setiap helai akan mendapatkan corak yang berbeda sehingga itu menjadi nilai tambah. Konsumen tidak akan menemukan motif yang sama pada kain lainnya. Kadang saya sampai kualahan untuk memenuhi permintaan konsumen mengingat kain ini harus melalui proses yang panjang dan kami membutuhkan SDM untuk menambah produksi,” kata Susi pada Jumat (24/10).
APBML, mendukung penuh program pemberdayaan perempuan melalui ecoprint. Ecoprint yang merupakan peluang ekonomi yang menguntungkan, ditularkan kepada masyarakat luas. Bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan kain ecoprint, Susi menggelar pelatihan membuat ecoprint di Desa Lubuk Lawas yang dilakukan 2 pekan lalu.*
Ecoprint bukan batik.. Batik dan ecoprint adalah tehnik pencetakan motif pada kain dengan tehnik yg berbeda. Batik adalah tehnik penbuatan kain yang menggunakan Lilin batik sebagai perintang warna, kata batik berasal dari kata “amba” Yang artinya tulis, Dan “nitik” Yang artinya titik. Tulis dan titik tadi menggunakan lilin. kalau tidak ada lilin dalam proses pembuatan nya.. Maka tdk bisa disebut batik. Orang yangembuat batik disebut pengrajin batik. Sedangkan ecoprint adalah tehnik pencetakan motif dengan menggunakan daun, bunga atau ranting tanaman. Karena tidak ada menggunakan lilin, maka ecoprint tdk bisa disebut batik. Jd ecoprint berdiri sendiri. Orang yang membuat ecoprint disebut ecoprinter.Demikian penjelasannya.. Semoga bisa diperbaiki ??