“Waduh… ternyata susah sekali ikut sertifikasi RSPO.” keluh petani anggota KUD Teratai Biru, disaat mendengar pemaparan mengenai temuan-temuan pre-audit yang dilakukan oleh auditor independent pada tgl 13-15 Juni 2016 lalu.

Keluhan itu tentu saja wajar, karena baru petani swadaya yang tergabung di KUD Teratai Biru di Sumsel yang menggunakan P&C RSPO generic yang baru di setujui bulan Maret 2016 lalu. Selebihnya petani swadaya masih menggunakan P&C RSPO yang lama dengan versi National Interpretasi (Interpretasi Nasional).

Untuk penggunaan P&C RSPO generic versi 2016, memang memiliki kerumitan tersendiri, dimana indicator-indikatornya lebih detail. Selain detail, beberapa indicator juga sulit di implementasikan ditingkat petani swadaya, seperti penghitungan Gas Rumah Kaca/GHG yang bagi sebagian petani swadaya adalah sangat rumit. Penghitungan GHG ini tak hanya dikebun, tapi juga di kantor.

“P&C RSPO 2016, ini mungkin dapat diterapkan pada petani swadaya eks-plasma, karena petani swadaya dari petani eks-plasma telah memiliki pengetahuan, kelembagaan dan juga kapasitas managemen yang baik, tapi tidak bagi petani swadaya murni, terutama petani swadaya dari masyarakat local. Karena persoalan kelembagaan, kapasitas dan juga pengetahuan yang membatasi mereka untuk mengimplementasikan P&C yang baru.” Ungkap Sahadi staff Yayasan SETARA Jambi

KUD Teratai Biru adalah petani eks-plasma yang ingin terlibat dalam sertifikasi RSPO, dan menggunakan P&C RSPO untuk petani swadaya. Ketika pre-audit dilakukan, juga banyak temuan-temuan, dan mayoritas adalah temuan mayor.

Ini adalah ujicoba untuk P&C RSPO 2016, dan dalam proses banyak ditemukan ketimpangan-ketimpangan antara persyaratan dengan fakta yang adadilapangan. Untuk itu, dari uji coba P&C RSPO 2016 ini dapat menjadi masukan bagi SHWG RSPO, untuk melakukan perbaikan dan penyederhanaan indicator P&C RSPO 2016, agar petani swadaya tidak enggan untuk terlibat dalam mempromosikan minyak sawit berkelanjutan melalui sertifikasi RSPO.