A.
Latar
Belakang Desa
Desa Perigi Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten Ogan
Komering Ilir, memiliki sumber daya alam yang cukup dan lahan pertanian cukup
luas. Meliputi dua tipe lahan yaitu lahan kering dan lahan rawa lebak, dapat
dimanfaatkan untuk budidaya pertanian.
Dampak perekonomian sekarang ini ditingkat Desa Perigi, cendrung melemah, mengakibatkan pendapatan masyarakat khususnya petani menjadi menurun sehingga menyebabkan melemahnya ketahanan pangan ditingkat desa maupun ditingkat rumah tangga petani.
Untuk memecahkan masalah tersebut telah dan akan direncanakan pengembangan pertanian (Pencetakan sawah irigasi) salah satu upaya yang bisa berkelanjutan, terencana, juga sebagai rencana pembangunan Desa Perigi seluas : + 12.300 Ha
B.
Keadaan
Umum Wilayah Desa
1.
Luas
wilayah Desa Perigi : 13.299 Ha
2.
Batas-batas
wilayah Desa Perigi
a.
Sebelah
Utara berbatasan dengan Desa Siju Kec. Rambutan Kab. Banyuasin
b.
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Kemang Kec. Pampangan Kab.OKI
c.
Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Rambai Kec. Pangkalan Lampam Kab.OKI
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kebon Sahang Kec. Rambutan Kab. Banyuasin
3.
Data
Penduduk
a.
Berdasarkan
data terakhir tahun 2015
Jumlah penduduk : 3.855 jiwa yang terdiri dari
b. Jumlah Kepala Keluarga (KK) seluruhnya : 1015 KK
4.
Data
Luas Lahan
Luas lahan di Desa menurut data terakhir tahun 2015
Seluas : 13.299 Ha. Dengan Rincian sbb :
a.
Ladang
(Huma) = 4.000 Ha
b.
Tegalan = 40 Ha
c.
Pekarangan = 2.000 Ha
d.
Perkebunan
Karet Rakyat = 3.000 Ha
e.
Rawa-rawa
lebak = 2.300 Ha
f.
Kolam =
100 Ha
g. Sungai = 200 Ha
5.
Potensi
lahan pertanian di Desa Perigi dengan rincian sbb :
a. Jenis lahan =
lahan lebak
b. Luas lahan = 2.300 Ha.
6. Keadaan Sumber Daya Alam dan manusia
1. Sumber
Daya Alam
a. Tofografi
Daerah
Desa Perigi berada
pada ketinggian antara 6 sampai 7 meter
dari permukaan laut (datar, bergelombang, dan rawa lebak)
b. Jenis
tanah terdiri dari podsolit merah kuning (PNK) dan Aluvial
c. Iklim
Desa Perigi termasuk iklim tife
basah dan kering musim hujan pada bulan : Oktober sampai Maret dan musim
kemarau pada bulan : Maret sampai Oktober
2. Sumber Daya Manusia
a. Tingkat
Pendidikan
masyarakat Desa
Perigi sebagian besar berpendidikan tamatan :
SD / Sederajat = 55%
SLTP /
Sederajat = 20 %
SLTA /
Sederajat = 15 %
Perguruan Tinggi = 10 %
b. Mata Pencarian
Mata pencarian penduduk Desa Perigi Kecamatan Pangkalan Lampam sebagian besar adalah perkebunan karet rakyat, pembukaan lading dengan meremajakan tanaman karet yang produktif lagi, tukang kayu / batu, buruh tani, pedagang, PNS, supir truk dan mencari keluar daerah.
7. Peluang dan Kendala
1. Peluang
Komoditi
tanaman yang dapat di kembangkan di Desa Perigi pada lahan lebak sesuai dengan
kondisi tanah dan keadaan setempat ialah padi sawah seluas = 2.300 Ha.
Kendala
pengembangan komoditi tanaman padi di Desa Perigi pada lahan lebak, antara lain
:
a.
Kurang
modal untuk membuka lahan
b.
Air
tidak mengalir
c.
Padi
di tanam sering karam
d.
PH
Tanah Tinggi
e. Ketebalan gambut sangat tebal.
8. Tujuan
Tujuan
pengembangan pertanian (pencetakan sawah irigasi) ialah :
a.
Membuka
lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran di Desa Perigi dan mengajak desa
tetangga seperti Desa Rambai.
b.
Meningkatkan
penggunaan lahan lebak dengan cara pembukaan lahan yang kurang produktif.
c.
Meningkatkan
pendapatan petani melalui usaha tani padi.
SEJARAH DESA
Desa Perigi Talang Nangka terletak di Kecamatan Pangkalan
Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan, menurut
cerita tokoh-tokoh adat setempat, bahwa Perigi Talang Nangka dahulu tidak
dikenal sebagaimana sebuah desa, tetapi, di kisahkan secara turun temurun pada
tahun 1887 wilayah ini di kenal dengan empat wilayah. Masyarakat yang menetap
di daerah ini yang pertama rumah borok yang kedua sungai musi yang ketiga
talang lame yang keempat lage lalang. Keempat wilayah ini memilik jarak yang
berjauhan di pimpin oleh seorang Kerio (yang sekarang disebut kepala desa).
Kepemimpin Kerio Mat Namit + 40 tahun. Kemudian dilanjutkan oleh Kerio
Parin + 30 tahun. Kepemimpinan berikut pada generasi ketiga oleh Krio
Malikin selama + 27 Tahun. Generasi keempat dipimpin oleh Kerio Kaliman
selama + 25 Tahun, kemudian pada saat itu masuk Belanda yang dimulai
membangun jalan poros yang melewati daerah ini. Jalan poros ini memberikan
kemudahan akses perjalan warga untuk melakukan aktivitas ke pusat pemerintahan
di Palembang. Kemudian warga masyarakat secara berangsur-angsur melakukan
perpindahan di sepanjang jalan pros dengan membangun pemukiman baru untuk
memudahkan tranportasi. Perpindahan ini warga masyarakat menjadi satu bagian
wilayah pemukiman sepanjang jalan poros. Keadaan ini membuat masyarakat
berkumpul dalam satu wilayah pemukiman. Tempat baru ini belum memiliki nama,
kemudian Belanda menyebutnya daerah ini dengan perigi dan pohon nangka. Karena
wilayah pemukiman bari ini banyak terdapat sumur dan banyak di tumbuhi pohon
nangka yang di budidayakan warga. Sehingga nama Perigi Talang Nangka samapi
sekarang melekat menjadi nama sebuah Desa Perigi Talang Nangka. Sedangkan
perbatasan wilayah Desa Perigi dengan wilayah Kabupaten Banyuasin keterangan
dari Kerio Nanguning. Batas dari puncak selabu mudo, tugu arang, kayu ara jajar
Sembilan, lebung padang, kuburan cina dan kerupuk sebatang.
Setelah kemerdekaan , pertumbuhan makin pesat, sekitar, sekitar tahun 1987 terjadi perubhahan dari pemerintah kerio menjadi Kepala Desa. Pada tahun yang sama, pemimpin Desa Perigi Talang Nangka dipimpin oleh H. Nanguning + 25 Tahun. Kemudian dilanjutkan oleh kepala desa Arifin, kepala Desa Arifin tidak menyelesaikan masa jabatannya dia hanya memimpin selama 3 tahun, sisa 2 tahunnya dilanjutkan oleh Pjs M. Aris. Setelah habis masa jabatan Pjs melalui pemilihan kepala desa terpilih lagi M. Aris dengan masa jabatan 5 tahun. Ditahun 2009 memaluli pemilihan terpilihlah Kepala Desa Bunawas Jani dampai dengan sekarang tahun 2015.
Masyarakat Desa Perigi sejak nenek moyang sudah meakukan
kebiasaan melakukan budidaya pertanian tanaman dengan system Sonor. Sonor
adalah cara masyarakat melakukan budidaya tanaman pangan padi sawah rawa yang
di landasi pengetahuan tentang menghitung pasang surut air rawa gambut.
Budidaya ini hanya di lakukan setahun sekali tanam. Cara sonor berdasarkan
cerita warga sudah dilakukan sejak lama. Tetapi ingatan warga, pada tahun 1987
sistem sonor masih berjalan sampai saat ini. selain budidaya padi rawa dengan system
sonor, masyarakat juga melakukan aktivitas mencari ikan, membudidayakan tanaman
karet, budidaya kebun duku, budidaya kebun dure, budidaya kebun rambutan,
mencari kayu dan membuat tikar dari batang purun yang menjadi kearipan
lokalnya.
Sejak masuknya Belanda di wilayah Perigi Talang Nangka,
budidaya tanaman karet berkembang. Hampir seluruh warga melakukan budidaya
tanaman karet. Hal ini dilakukan warga, karena Belanda memberikan bantuan bibit
karet kepada warga. Kepentingan Belanda melalui usaha dagangnya, melakukan
pembelian getah karet untuk di perdagangakan kembali eksport dan kebutuhan
dalam negeri untuk kebutuhan pabrik-pabrk yang berbahan baku getah karet. Kebun
karet sebagai salah satu mata pencaharian pokok warga Perigi Talang Nangka,
menurut laporan Kepala Desa sekitar 3.000 hektar luas kebun karet Desa Perigi
Talang Nangka. Walaupun akhirnya warga mendapat kendala soal harga getah karet
yang terus menurun harganya. Salah satu factor yang mengakibatkan harga turun,
Usaha dagang getah Belanda menentukan harga karet, selain itu rantai
perdagangan karet semakin banyak dan panjang, ini yang membuat harga getah
terus menurun.
Dari proses panjang ke empat (4) wilayah pengelolaan
warga sebagaimana di ceritakan tersebut diatas, kemudian di tetapkan menjadi
wilayah kelola warga masyarakat Desa Perigi Talang Nangka di wilayah kelolan pulau
riding, tanjung lubuk, teluk mentaos, pulau pinang, pulau nagadin dengan
total luas + 500 hektar menjadi lahan kelolah masyarakat desa
Rumah Buruk dan Sungai Musiwaktu itu. Sedangkan desa Talang Lame dan Desa Lage
Lalang lahan kelolanya disebut dengan nama Bangsal, pulau mahang, lebung buyut, pulau
sepanggil, pulau kubu, pangjao, teluk gede, tanjung merangen, simpang macan
tiga yang kemudian ketiga wilayah kelola ini terletak di Desa Perigi
Talang Nangka sekarang. Kemudian pada tahun 1995 – 1997 wilayah kelola di atas
di masukan kedalam kawasan hutan suaka marga satwa dengan luasan APL 1.172 Ha
dan 4.828 Ha lahan masyarakat termasuk di dalam kawasan hutan suaka margasatwa.
Sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan margasatwa kawasan ini disebut hutan
Marga Pangkalan Lampam. Penetapan kawasan lindung Suaka Margasatwa ini tanpa
melakukan konsultasi dan sosialisasi dengan warga masyarakat. Sehingga sampai
saat ini, warga masyarakat masih melakukan aktivitas budidaya pertanian gambut
dengan system sonor. Dengan status kawasan lindung, sebenarnya warga menolak
atas penetapan dan pemasangan patok-patok untuk wilayah Suaka Margasatwa Sugihan.
Menurut keterangan warga masyarakat Desa Perigi yang
manjadi saksi saat pemasangan patok kawasan Suaka Margasatwa, bahwa pemasangan
patok itu sebenarnya bukan di titik yang sekarang di pasang patok, tetapi masih
sekitar 2 kilomater lagi. Patok yang di pasang oleh petugas saat itu, waktu itu
petugas yang memsang kejeblos di gambut dan tiang patok itu tertanam. Kejadian
ini membuat petugas tidak melanjutkan lagi untuk memasang patok di titik
sebenarnya (2 km dari tempat petugas yang terjatuh), kemudian petugas ini
membuat berita acara dan merubah titik koordinat melalui GPS. Titik yang
sebenarnya melainkan itu titik untuk bikin jalur pembuangan air dari sungai
tanjung kerang sampai lebung bebek di Desa Riding dua. Namun kenyataannya titik
tersebut ditetapkan sebagai batas wilayah kawasan hutan, buruh yang memasang
patok bernama Darwin, Ron dkk berjumlah + 25 orang dari desa Siju,
Tanjung Kerang dan Sebabi Kec. Rambutan Kab. Banyuasin.
Kesaksian petugas pemasang Patok
kawasan Suaka Margasatwa : Staf lapangan kehutanan pada masa itu bernama bapak
Mumuk meneurut keterangannya pada saat memasang patok masih ada sekitar 2 km
dari patok sekarang ke atas titik yang sebenarnya. Pada tahun 1995-1997 tanpa
sosialisasi dengan masyarakat sekitar. Kehutanan langsung memasang patok titik
kordinat batas wilayah hutan marga satwa. Menurut keterangan buruh pemasang
patok pada saat itu mereka tidak mampu membawa patok dengan lasan berat untuk
memikulnya jadi mereka meletakkan patok-patok itu sembarangan dipinggir-pinggir
kebun karet masyarakat. Dan ternyata batu patok itu dijadikan acuan oleh dinas
kehutanan menjadi titik kordinat kawasan hutan margasatwa sampai dengan
sekarang.
Dalam pengelolaan hutan gambut Kabupaten OKI dan Musi
Banyuasin sejak tahun 1981 di berikan hak kelolanya di berikan HPH PT Wijaya
Murni yang mendapat operasi penebangan kayu dari menteri kehutanan. Jenis-jenis
kayu yang ditebang kayu mahang, kayu ramin, kayu jelutung dlsb sampai akhir
tahun 1991. Mulai oprasi PT Wijaya Murni itu sebagian besar berada di wilayah
hak pengelolaan sonor warga masyarakat setempat. Jenis tanaman jelutung yang
statusnya dilarang penebangannya oleh pemerintah dilakukan penebangan habis dan
kemudian merambah ke wilayah kawasan suaka margasatwa yang ditetapkan tahun
1995.
Setelah berakhirnya oprasi PT Wijaya, EX HPH PT. Wijaya
Murni di peruntukkan kawasan perkebunan kelapa sawit oleh bupati Musi banyuasin
dan Bupati OKI, dimana konsesi izin diberikan pada PT PAP dan PT PMS izin ini
juga berada di wilayah hak kelola masyarakat. Untuk PT PMS berada di wilayah
kawasan suaga margasatwa dan termasuk wilayah kelola masyarakat yang akhirnya
izin operasi PT PMS di cabut oleh Bupati OKI atas rekomendasi dan tindakan
menteri kehutanan. Namun demikian wilayah kelolaa masyarakat Desa Perigi Talang
Nangka dan Rambai masuk dalam kawasan Margasatwa, padahal pada penetapan
kawasan itu tidak melibatkan warga masyarakat sekitar.
Status potensi desa Perigi
- 609 Ha Banyuasin ð Rekom bupati Banyuasin
- 562 Ha OKI ð Rekom Bupati OKI
- Jumlah petani karet
- Luas kebun
-
Kapasitas produksi
-
Pendidikan kualitas petani
- Mendapat SK petani - sawah ð pronas ðdinas PU
Tulis Komentar